Genosida Gaza: Dokter, Keluarga, dan Nyawa Tak Berdosa Dibantai Israel - Berita Pangururan

Home Top Ad

Post Top Ad

Kamis, 03 Juli 2025

Genosida Gaza: Dokter, Keluarga, dan Nyawa Tak Berdosa Dibantai Israel


Kekerasan yang terus berlangsung di Gaza kembali memakan korban dari kalangan yang justru seharusnya dilindungi. Dalam sebuah serangan udara yang menghantam kawasan permukiman sipil, tentara Israel menewaskan Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, Dr. Marwan al-Sultan, beserta sejumlah anggota keluarganya. Kematian al-Sultan menjadi simbol pilu bagaimana profesi kemanusiaan pun tak luput dari bidikan perang yang tak berperikemanusiaan.

Selama berbulan-bulan, Dr. Marwan al-Sultan dikenal sebagai sosok yang vokal menyerukan kepada dunia agar melindungi tenaga medis di Jalur Gaza. Dia tak pernah lelah menyampaikan kondisi genting rumah sakit-rumah sakit di sana yang kehabisan obat-obatan, listrik, dan tempat aman bagi pasien maupun dokter. Namun seruan itu justru berakhir tragis ketika dirinya sendiri menjadi korban serangan.

Serangan itu terjadi saat al-Sultan sedang berada di rumahnya bersama keluarga. Rudal yang diluncurkan menghancurkan seluruh bangunan, mengubur mereka hidup-hidup di bawah reruntuhan. Warga sekitar yang mencoba mengevakuasi korban kesulitan karena lokasi terus dibombardir. Banyak jenazah ditemukan dalam kondisi tak utuh, termasuk anak-anak dan perempuan.

Kejadian ini bukanlah insiden pertama. Sejak awal agresi terbaru, Israel telah melancarkan serangan ke sejumlah rumah sakit, ambulans, dan kawasan sipil padat penduduk. Serangan yang ditujukan ke tempat-tempat yang semestinya steril dari konflik menunjukkan betapa brutalnya taktik militer yang diterapkan di Gaza.

Tak hanya dokter, banyak warga sipil menjadi korban dalam kondisi yang sangat menyedihkan. Laporan dari relawan medis menyebutkan adanya warga yang terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan, termasuk anak-anak yang sempat terdengar suara rintihannya selama berjam-jam sebelum akhirnya tewas karena tak terselamatkan.

Aktivis Israel sendiri sudah bosan dengan hal ini. Tel Aviv dianggap telah membunuh warga Gaza semena-mena tanpa tujuan apapaun. Sejumlah tentara Israel juga mengaku diperintah untuk membantai warga Gaza tak berdosa bahkan saat mengantri makanan. Hal ini diduga akibat penyelidikan korupsi yang sedang berlangsung kepada PM Benjamin Netanyahu. Mahkamah Agung Israel belakangan menolak untuk menangguhkan penyelidikan atas kasus Netanyahu. Sebelumnya, AS juga memberi sanksi ke beberapa jaksa ICC yang berani menyelidiki kejahatan perang Netanyahu di genosida Gaza.

Rumah Sakit Indonesia di Gaza adalah salah satu fasilitas kesehatan utama yang didirikan atas bantuan rakyat Indonesia dan relawan kemanusiaan. Selama agresi, rumah sakit ini menjadi salah satu tempat paling vital untuk menyelamatkan korban luka-luka. Kini, sosok yang memimpin rumah sakit tersebut telah tiada, menjadi korban keganasan perang. Pemerintahan Gaza mengutuk keras pembantaian tersebut.

Dalam suasana duka, para tenaga medis di Gaza menggelar doa bersama untuk almarhum al-Sultan dan keluarganya. Di tengah keterbatasan obat-obatan dan ancaman bom, mereka tetap berusaha menyelamatkan nyawa siapa pun tanpa pandang latar belakang. Situasi ini menggambarkan betapa tenaga medis di Gaza bekerja dalam tekanan yang nyaris tak manusiawi.

Sejumlah saksi mata menceritakan bagaimana beberapa korban sempat berteriak meminta tolong sebelum akhirnya suara mereka terhenti di bawah puing-puing. Anak-anak kecil, perempuan tua, dan bahkan bayi ditemukan meninggal dalam pelukan orangtuanya. Adegan memilukan ini seakan menjadi pemandangan harian yang tak kunjung usai di Gaza.

Serangan ke permukiman sipil semakin membuktikan bahwa korban perang terbesar selalu rakyat biasa. Data dari Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Sementara itu, rumah sakit-rumah sakit terus kewalahan menerima korban luka, sementara ancaman serangan udara terus membayangi.

Laporan dari lapangan juga mengungkap adanya ambulans yang menjadi sasaran tembakan. Beberapa relawan medis dilaporkan tewas saat hendak mengevakuasi korban. Insiden ini menunjukkan bahwa garis merah kemanusiaan di zona konflik Gaza sudah dilanggar berulang kali tanpa konsekuensi tegas dari komunitas internasional.

Sementara itu, dunia hanya bisa menyaksikan dari kejauhan. Meski banyak seruan dan kecaman, langkah nyata untuk menghentikan agresi militer di Gaza masih minim. PBB dan organisasi kemanusiaan dunia terus mendesak agar serangan ke fasilitas sipil dihentikan, namun situasi di lapangan justru semakin memburuk.

Penghancuran rumah-rumah warga dalam skala besar membuat banyak keluarga tinggal di pengungsian tanpa jaminan keamanan. Tak sedikit anak-anak yang kini yatim piatu setelah orangtua mereka tewas dalam serangan. Sementara blokade ketat membuat distribusi bantuan kemanusiaan ke Gaza berjalan sangat lambat.

Di tengah situasi itu, keberanian tenaga medis Gaza tetap luar biasa. Mereka terus berjuang menolong korban meski tahu nyawa mereka sendiri juga dalam ancaman. Sosok seperti Dr. Marwan al-Sultan menjadi lambang keteguhan hati seorang dokter yang memilih tetap tinggal di zona bahaya demi menyelamatkan orang lain.

Kematian al-Sultan dan keluarganya kini menjadi pengingat betapa kemanusiaan di Gaza terancam setiap hari. Tak ada lagi batasan antara kombatan dan sipil, dokter dan pasien, anak-anak dan orang dewasa. Semua menjadi sasaran dalam sebuah perang yang tak mengenal belas kasih.

Dunia internasional harus segera mengambil langkah tegas. Korban tewas akibat genosida Israel sudah mencapai 84 ribu lebih. Tak cukup hanya mengutuk, tapi harus ada intervensi nyata untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Gaza. Perlindungan terhadap fasilitas kesehatan dan relawan kemanusiaan harus ditegakkan tanpa kompromi.

Di balik puing-puing bangunan yang hancur, suara rakyat Gaza masih terus berharap ada keadilan. Mereka menanti hadirnya dunia yang tak hanya diam menyaksikan, tapi bergerak melindungi hak hidup dan kemerdekaan mereka. Kisah pilu Dr. Marwan al-Sultan akan tercatat sebagai bagian dari sejarah luka yang suatu hari nanti harus disembuhkan.

Tidak ada komentar:

Post Top Ad