Pabrik Suriah Pindah dari Yordania ke Dalam Negeri - Berita Pangururan

Home Top Ad

Post Top Ad

Minggu, 28 September 2025

Pabrik Suriah Pindah dari Yordania ke Dalam Negeri

Fenomena terbaru di kawasan Timur Tengah memperlihatkan adanya arus balik investasi dari para pengusaha Suriah yang sebelumnya mendirikan pabrik di Yordania. Dalam sebuah video dari saluran "راديو طيف" (Radio Taif), terungkap bahwa banyak pabrik milik investor Suriah di Yordania kini dipindahkan kembali ke dalam negeri. Langkah ini bukan hanya simbolis, melainkan juga sarat dengan pertimbangan ekonomi dan politik.

Selama lebih dari satu dekade, Yordania menjadi tujuan utama para pengusaha Suriah untuk menyelamatkan aset mereka dari konflik. Ribuan industri kecil hingga menengah tumbuh di kota-kota industri Yordania, menyerap tenaga kerja lokal sekaligus menjaga kelangsungan usaha di tengah perang. Namun, dengan membaiknya situasi di sejumlah wilayah Suriah, peta investasi pun berubah.

Menurut keterangan dalam video tersebut, banyak pengusaha kini memandang Suriah sebagai “lingkungan subur untuk investasi.” Keyakinan ini didorong oleh stabilitas relatif di beberapa kawasan dan adanya dorongan emosional untuk membangun kembali negeri yang hancur oleh perang. Mereka menekankan bahwa tanah itu telah dibayar dengan darah para syuhada, sehingga sudah sewajarnya jika modal dan tenaga kembali digerakkan di tanah air.

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah berapa sebenarnya jumlah pabrik milik investor Suriah di Yordania yang kini dipindahkan. Data resmi sulit diperoleh, tetapi berbagai laporan menyebutkan bahwa terdapat ratusan fasilitas industri milik diaspora Suriah di Yordania. Mulai dari tekstil, makanan, hingga sektor farmasi, mereka menjadi bagian penting dalam struktur ekonomi Yordania selama bertahun-tahun.

Pemindahan ini jelas membawa dampak bagi perekonomian Yordania. Industri yang ditinggalkan tidak hanya menyumbang pada ekspor, tetapi juga menyerap ribuan tenaga kerja. Kehilangan pabrik-pabrik Suriah berarti berkurangnya lapangan pekerjaan bagi warga lokal serta menyusutnya aktivitas ekonomi di sektor manufaktur.

Bagi pemerintah Yordania, fenomena ini adalah tantangan serius. Sejak awal, Yordania memang membuka pintu luas bagi pengusaha Suriah untuk berinvestasi, tidak hanya sebagai bentuk solidaritas, tetapi juga sebagai upaya menambah energi bagi perekonomiannya yang rapuh. Kini, dengan banyaknya pabrik yang ditarik keluar, dampak domino terhadap tenaga kerja dan stabilitas ekonomi tak terhindarkan.

Di sisi lain, bagi Suriah, arus balik ini bisa dianggap sebagai titik terang dalam upaya rekonstruksi. Dengan kembalinya modal swasta, terutama dari kalangan diaspora, pembangunan kembali infrastruktur ekonomi bisa berjalan lebih cepat. Pabrik-pabrik yang sebelumnya berada di luar negeri kini dihidupkan kembali untuk memproduksi barang-barang di dalam negeri.

Meski demikian, ada faktor penting yang tak bisa diabaikan: perbandingan biaya tenaga kerja. Upah minimum di Suriah saat ini jauh lebih rendah dibandingkan di Yordania. Murahnya biaya tenaga kerja menjadi salah satu magnet utama bagi para investor untuk memindahkan kembali fasilitas mereka. Dengan ongkos produksi yang lebih rendah, mereka bisa bersaing lebih efektif, terutama di pasar lokal.

Namun, rendahnya upah buruh di Suriah juga menimbulkan dilema. Di satu sisi, hal ini menarik investasi. Di sisi lain, kondisi tersebut bisa memunculkan kritik tentang kualitas hidup pekerja yang justru tertekan di tengah harga kebutuhan pokok yang tinggi.

Pengusaha Suriah yang kembali juga tidak hanya bermodalkan semangat nasionalisme, tetapi juga hitungan bisnis. Mereka melihat bahwa pasar dalam negeri kini mulai terbuka, dengan permintaan barang yang meningkat seiring kembalinya sebagian pengungsi. Produksi lokal dianggap lebih strategis dibandingkan mengandalkan impor.

Dari sisi politik, langkah ini memperlihatkan adanya kepercayaan yang mulai tumbuh terhadap stabilitas pemerintahan Suriah. Bagi rezim, kembalinya investor bisa menjadi bukti bahwa negara ini berhasil menciptakan kondisi yang kondusif untuk dunia usaha.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Tantangan berupa infrastruktur yang rusak, keterbatasan energi, dan sanksi internasional tetap menghantui. Pengusaha harus berhadapan dengan birokrasi yang rumit dan jalur distribusi yang belum sepenuhnya normal.

Meski demikian, optimisme tampak lebih kuat daripada keraguan. Narasi yang dibangun adalah bahwa kembali berinvestasi di tanah air bukan hanya urusan bisnis, melainkan juga bentuk kesetiaan pada negara.

Yordania sendiri kini berupaya mencari strategi baru untuk menutup kekosongan yang ditinggalkan. Diversifikasi investasi dan insentif untuk investor lokal maupun asing digencarkan, meski prosesnya tak semudah membalik telapak tangan.

Jika fenomena ini terus berlanjut, maka Yordania akan kehilangan salah satu kekuatan ekonominya yang terbangun sejak perang Suriah meletus. Pabrik-pabrik Suriah yang dulu menjadi penopang kini menjadi kenangan.

Sementara itu, Suriah berpotensi memasuki fase baru pembangunan ekonomi dengan dukungan investor yang kembali. Apabila modal swasta ini bisa dipadukan dengan kebijakan pemerintah yang tepat, maka rekonstruksi ekonomi Suriah bisa berjalan lebih cepat dari perkiraan.

Tetapi, semua itu sangat bergantung pada stabilitas jangka panjang. Jika konflik kembali muncul, maka arus balik investasi bisa terhenti dan justru menimbulkan kerugian baru.

Dalam situasi ini, jelas terlihat bahwa ekonomi dan politik saling terkait erat. Kembalinya pabrik Suriah dari Yordania bukan hanya kisah bisnis, melainkan juga kisah tentang harapan, nasionalisme, dan realitas pahit dunia usaha.

Pada akhirnya, murahnya upah buruh di Suriah memang menjadi salah satu alasan utama, tetapi faktor emosi, politik, dan keinginan membangun kembali negeri juga tak kalah dominan. Ke depan, dinamika ini akan terus menjadi perhatian di kawasan.

Fenomena pemindahan pabrik ini menjadi cermin bagaimana perang, diaspora, dan rekonstruksi membentuk wajah baru ekonomi Timur Tengah. Yordania kehilangan sebagian investornya, sementara Suriah kembali mendapatkan denyut ekonomi dari putra-putranya sendiri.

Tidak ada komentar:

Post Top Ad